Di antara anak-anak Nabi Daud a.s. terdapat dua orang yang tabiatnya berbeda jauh satu sama lain. absyalum, anak yang pertama, mempunyai watak jahat dan suka bergaul dengan kaum begajul. Daud sang raja yang juga Nabi itu telah berusaha keras meperbaiki akhlak anak yang satu ini. Namun, segala jerih payahnya tidak berbekas sama sekali. Menurut ketentuan, takhta kekuasaan seharusnya diwariskan kepada anak pertama. Melihat kenyataan itu, sungguh tidak bertanggung jawab kalau dibiarkan Absyalum memegang tampuk pemerintahan sepeninggalnya.
Karena itu, Daud menumpukkan harapannya pada anak yang paling kecil, Sulaiman. Ia adalah putra mituhu, selalu memenuhi peraturan dan mempunyai akhlak yang terhormat. Pernah ia ditawari memilih, apakah harta, takhta atau ilmu. Sulaiman memilih ilmu. Dengan alasan, jika ia mengambil harta atau takhta, ilmu tak kan diperoleh. Tetapi, dengan mengambil ilmu, apapun bisa didapatnya.
Dengan pertimbangan itu, Daud lalu menulis surat wasiat yang isinya mengangkat Sulaiman sebagai penggantinya selaku raja Israel apabila ia telah meninggal dunia.
Absyalum murka bukan kepalang. Secara diam-diam ia menghimpun kekuatan rahasia terdiri atas orang-orang jahat dan para bekas narapidana. Sesudah mereka besar, Absyalum berniat melakukan penyerangan ke ibukota Israel yang kala itu bernama Orsyalim.
Untuk menghindari pertumpahan darah, Daud dan Sulaiman menghuni ke Gunung Zaitun bersama para pengikutnya yang setia. Kesempatan ini digunakan oeh Absyalum untuk memasuki ibukota dan bertindak sewenang-wenang. Ia melakukan penganiayaan kepada siapa saja yang tidak disukai atau yang dicurigainya. Terutama mereka yang pernah bekerja pada Nabi Daud.
Sesudah kegilaan Absyalum kian merajalela, atas nama keadilan terpaksa Daud yang sedang gering memerintahkan Sulaiman memimpin tentara untuk menghadapi Absyalum yang bersama pasukannya sedang mengganas di desa Ji’lad. Bertemulah kedua lasykar itu, lalu terlibat dalam pertempuran dahsyat. Absyalam terbunuh, dan anak buahnya kocar-kacir . daud lantas kembali ke Orsyalim dan menguasaik pemerintahan dengan mengangkat Sulaiman seagai wazirnya.
Keputusan Daud ini tidak keliru. Sulaiman banyak membantunya mengatasi persoalan yang pelik-pelik dengan bijaksana dan adil.
Pernah suatu ketika dua orang laki-laki berselisih dan menghadap raja untuk meminta keadilan. Mereka adalah petani dan peternak.
Ucap si petani engajukan perkaranya, “Tuan, saya memiliki kebun anggur dan tanaman lainnya yang sedang berbuah. Tiba-tiba biri-biri ornang ini menyerbu kebun saya dan merusak semua tanaman itu, meghancukan jerih payah saya. Saya mohon putusan.”
Daud bertanya kepada si peternak, “Apakah betul pengaduan si petani itu?” Dengan gemetar peternah itu mengiyakan seraya berkata, “Betul, Tuan. Kala itu hari sangat terik. Saya berlindung di sebatang pohon yang rindang. Tanpa terasa saya pun tertidur. Ketika bangun, biri-biri saya tidak lagi berada di tempat semula. Saya mencarinya kesana kemari. Dan saya menjumpai mereka sudah berada di kebun petani ini. Untuk itu saya sanat menyesal, Tuan.”
Daud lantas bertitah, “Apa pun alasanmu, yang jelas kelalaianmu menggembala telah menyebabkan kerugian besar atas petani itu. Dan engkau telah mengakuinya. Karena itu, aku putuskan, biri-birimu harus kau serahkan kepada pemilik kebun tersebut sebagai ganti.”
Sulaiman selaku wazir dan penasihat raja mengangkat tangan dan berdatang sembah. Is berkata, “Maaf ayahanda. Putusan itu terlalu berat buat si peternak.”
“Maksudmu?” tanya Daud.
Sulaiman menyahut, “Putusan Ayah kurang adil.”
Daud berpikir lalu bertanya, “Bagaimana pendapatmu? Kalau ternyata saranmu masuk akal, demi keadilan, maka keputusanku boleh saja diubah sesuai dengan pendapatmu.”
Jawab Sulaiman, “Maaf Ayah. Tidur bukanlah suatu kejahatan. Tetapi, karena tidurnya peternak ini menimbulkan kerugian kepada orang lain, berarti merupakan keteledoran. Saya berpendapat, si petani juga teledor karena ia tidak cukup menjaga kebunnya, misalnya denganmemagar keliling agar tidak mudah memasuki binatang pengganggu. Dengan alasan itu saya berpendapat agar mereka berdua bertukar pekerjaan selama seetahun. Si petani harus mengambil pekerjaan menggembala biri-biri ini, dan boleh mengambil hasilnya berupa susu, bulu, dan lain-lain yang tidak merugikan hak si peternak. Sedangkan si peternak ini harus mengerjakan kebun si petani selama masa hukuman itu, sampai tanaman-tanamannya siap dipanen kembali. Setelah itu, biri-biri tersebut diserahkan kembali kepada si peternak, dan si petani mendapat kebunnya pula dalam keadaan siap dituai hasilnya.
Raja pun mengangguk-angguk puas menyaksikan kebijakan Sulaiman dalam menyelesaikan sengketa yang sering terjadi di kalangan rakyatnya. Sehingga ketika tiba saatnya ia menutup mata, dengan tenang ia meninggalkan Kerajaan Israel kepada ahli warisnya, Sulaiman a.s.
Sebagai ikrar kesetiaannya kepada Nabi Daud serta isyarat kebaktiannya kepada hukum Tuhan, Sulaiman lalu membangun Haikal Sulaiman yang juga dikenal dengan sebutan Masjidil Aqsha. Di situlah ia mendirikan Rumah Suci atau Baitul Maqdis, yang pernah menjadi kiblat umat islam dalam bersembahyang di zaman Nabi Muhammad SAW, sebelum pindah menghadap kea rah Ka;bah di Makkah Al Mukarromah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar